Praktikum Biokimia || Hidrolisis Pati (Bilangan Ptyalin)

Tujuan:
Dapat mempelajari saah satu aspek biokimia yaitu reaksi enzimatik, pencernaan pati dalam mulut.

Dasar Teori:
Dalam kehidupan sehari-hari, karbohidrat adaah salah satu komponen kimia yang diperlukan di dalam tubuh untuk ketersediaan energi. Pencernaan karbohidrat di daam tubuh tersebut dapat berangsung mealui reaksi enzimatik yaitu suatu reaksi hidrolisis atau peruraian karbohidrat dengan adanya enzim sebagai kataisatornya. Salah satu proses pencernaan (digetion) karbohidrat yang mudah dipelajari adalah hidrolisis atau pencernaan pati.
Di daam pencernaan pati ini, kita akan menjumpai yang disebut dengan bilangan ptyalin yaitu suatu ukuran kuantitatif untuk mengukur kapasitas sampel saiva untuk mencerna pati. Bilangan ini besarnya berbeda dari satu dengan yang ainnya. Secara ebih detai, biangan ptyalin adalah jumah miiliter 1% larutan pati yang dapat dicerna oleh 1 mL saliva selama 30 menit pada suhu 37 derajat C.
Ptyalin adalah salah satu enzim spesifik yang ditemukan pada saliva. Secara aamiah, ptyain adaah protein yang merupakan enzim amilase hidrolitik dan dapat mengalami denaturasi. Dalam mencerna pati, ikatan alpha glikosida akan terputus dengan satu arah.
Pemutusan ikatan hidrolitik tidak terjadi sampai maltase mencapai usus kecil dan terhidrolisis menjadi glukosa, C6H12O6 dengan enzim maltase. Iodin daam larutan kaium iodida adalah pengompleks efektif dari pati, mempunyai warna biru dan sensitif terhadap suhu.
Eritrodextrin adalah molekul yang lebih kecil dari pati dan kompleksnya dengan iodin menghasilkan warna merah. Sedangkan acroextrin dan maltosa tidak memberikan warna dengan adanya iodin. Fenomena ini menjadikan dasar analisis ptyalin dalam percobaan ini.

Alat:
Tabung reaksi
Pipet tetes
Gelas beker

Bahan:
Saliva
Akuades
I2 dalam KI

Cara Kerja:
Siapkan 10 mL saliva dalam tabung reaksi bersih.
Siapkan variasi konsentrasi saliva 66,7%; 33,3%; 10,0%; 6,7%; 3,3%; 1,0%; 0,7%; 0,3%.
dengan komposisi sebagai berikut:
  1. 3 mL saliva 100% ( C = 100%)
  2. 2 mL saliva 100% + 1 mL akuades (C = 66,7%)
  3. 1 mL saliva 100% + 2 mL akuades (C =33,0%)
  4. 3 mL saliva 10% ( C = 10,0%)
  5. 2 mL saliva 10% + 1 mL akuades (C = 6,7%)
  6. 1 mL saliva 0% + 2 mL akuades (C = 3,3%)
  7. 3 mL saliva 1% (C = 1,0%)
  8. 2 mL saliva + 1 mL akuades (C = 0,7%)
  9. 1 mL saliva + 2 mL akuades (C =0,3%)
  10. 3 mL akuades (C = 0,0%)
Campurkan 3 mL larutan pati 2% pada masing-masing tabung, lakukan pengocokon kemudian panaskan sampai suhu 37 derajat C selama 30 menit.
Setelah 30 menit tambahkan 2 tetes reagen I2 daam media KI pada masing-masing tabung, lakukan pengocokan.
Catat warna yang dihasikan pada masing-masing tabung. Tentukan titik akromik (acromic point) yaitu tabung yang paling tidak menunjukkan warna baik biru maupun ungu. Pada tabung ini  konsentrasi saliva sangat sedikit.

Pembahasan:
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang dihasilkan oleh tumbuhan dimana di dalamnya terkandung kelebihan glukosa. Pada percobaan kali ini akan dilakukan hidrolisa pati yang akan menghasilkan glukosa, reaksinya adalah:

Hidrolisis adalah mekanisme reaksi penguraian suatu senyawa oleh air atau asam dan basa. Pati atau amilum tergolong ke dalam kelompok polisakarida sehingga pati atau amilum tersebut bisa dihidrolisis menjadi glukosa yang merupakan monosakarida. Pertama-tama amilum dihidrolisis menghasilkan maltosa kemudian maltosa dihidrolisis menghasilkan glukosa. Pada hidrolisis ini memerukan katalisaator untuk memepercepaat jalannya reaksi. Katalisator yang dipakai berupa enzim ptyalin (enzim amilase hidrolitik).
Pada suhu optimum amilase dapat menjaankan fungsinya mengubah amilum menjadi maltosa. Amilum dan dextrin yang molekulnya masih besar bereaksi dengan iodium akan memberikan warna biru, dektrin-dekstrin antara lain eritrodeztrin yang akan memberi warna coklat kemerah-merahan. Sedangkan dextrin yang molekulnya sudah kecil lagi (akhrodextrin) dan maltosa tidak memberi warna biru atau ungu disebut titik akromik. Warna tersebut terbentuk disebabkan amilum yang berikatan dengan iod sehingga warna ungu telah mengalami proses hidrolisis menjadi maltosa dan dextrin yang tidak menimbulkan warna apabila berada dalam larutan iodium.
Pada percobaan kita akan menguji kerja wnzim amilase yang bekerja untuk memecahkan atau merombak pati menjadi glukosa, yaitu dengan sampel saliva. Saliva merupakan suatu enzim yang membantu mencerna makanan dengan cara melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses pengunyahan dan menelan makanan, membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan, mebersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman, mempunyai aktivitas antibakterial dan sistem buffer, membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah) dan lipase ludah. Dimana dalam percoaan dilakukan uji iodin.
Uji iodin yang digunakan berfungsi sebagai indikator terhadap proses terjadinya reaksi yang ditandai dengan adanya perubahan warna. Dari pengamatan yang dilakukan bahwa saliva yang digunakan menunjukkan hasil positif daam uji iodin dengan terjadinya perubahan warna. Daam percobaan dilakukan 10 variasi konsentrasi saliva yang tertera dalam tabe pengamatan. Pada percobaan hidrolisis pati ini diakukan dengan menambahkan sesuai dengan komposisi yang ada pada langkah kerja, kemudian memanaskannya dalam penangas air dengan suhu 37 derajat C. hal tersebut dilakukan karena hampir semua enzim mempunyai aktivasi optimal pada suhu 30-40 derajat C dan akan mengalami denaturasi pada suhu 45 derajat C. pada umumnya semakin tinggi suhu maka laju reaksi semakin cepat karena energi semakin besar dan melampaui energi aktivasinya. Akan tetapi enzim merupakan suatu protein sehingga semakin tinggi suhu proses aktivasi enzim ini juga meningkat.
Pengaruh suhu yang terlau tinggi dapat mempercepat pemecahan atau kerusakan enzim, demikian juga sebaliknya. Dengan warna yang dihasilkan pada kadar 100% berwarna biru muda, pada kadar 66,7%; 33%; 10%; 6,7%; 3,3%; 1%; 0,7%; 0,3% dan 0% berwarna biru pekat, sehingga titik akromik terletak pada konsentrasi saliva 100%. Pada konsentrasi ini pati yang tertingga masih sedikit karena sebagian pati sudah terhidrolisis oleh enzim. Pada konsentrasi 66,7% kebawah larutan berwarna biru semakin gelap karena pati semakin banyak hal ini karena enzim pada saliva semakin sedikit.

Kesimpulan:
Reaksi enzimatik yang terjadi pada pencernaan pati di daam mulut adalah

Enzim yang dipakai adalah enzim ptyain atau amilase yang terdapat dalam saliva. Sehingga dapat ditentukan bilangan ptyalinnya adalah 100% karena pada konsentrasi saiva 100% dengan suhu optimum yaitu 37 derajat C.

Daftar Pustaka:
Fessenden & Fessenden, 1996, Kimia Organik, Jakarta, Erlangga.
Poedjadi, 1994, Dasar-dasar Biokimia, Jakarta, UI Pres.
Subrata, 1989, Penuntun Laboratorium Klinis, Jakarta, PT Dian Rakyat.
Sugiharto, 1989, Biokimia, Jakarta, Erlangga.

0 Response to "Praktikum Biokimia || Hidrolisis Pati (Bilangan Ptyalin)"

Post a Comment

Labels

kimia analisis mikribiologi laporan praktikum kromatografi kromatografi 1 Spektroskopi kimia anorganik Analisis Elektrokimia Elektrokimia kimia fisika Praktikum Biokimia analis kimia gas gugus kromofor kafein kimia prinsip spektrofotometer UV-Vis reaksi uji iodin Analisis Kuantitatif Terhadap Lemak/Minyak Baku Mutu Limbah Cair untuk Cr(VI) Cara Pembuatan Preparat Eritrodextrin GC Gc-ms Habitat Protozoa Hukum Avogadro Isolasi Jamur Isolasi Mikroba Karakteristik protozoa Ksp Materi Tes Biokimia Pemeriksaan Bakteri Khusus Penetapan Amilase (Wohlgemuth) Perbedaan single beam dan double beam Prinsip bilangan penyabunan Prinsip bilangan peroksida Reaksi kromium dengan difeni karbazid TLC Uji Katalase additive adsorbsi akuades alkaloid analisis Cr3+ dan Co2+ analisis KMnO4 analisis besi analisis dua komponen analisis enzim analisis kafein analisis karbohidrat analisis krom analisis protein asam askorbat asam askorbat adalah bentuk spektra panjang gelombang KMnO4 bola jatuh butanol cara kerja viskometer oswald cara membuat nata cyclic voltametry daerah uv-vis deret normal alkohol entalphi entalphi pembakaran deret normal alkohol enzim esel etanol faktor pengaruh uji enzim fungsi HNO3 fungsi gibbs fungsi konsentrasi fungsi penggunaan KBr fungsi pupuk za garam gliserol gugus fungsional asam salisilat hidrogen hidrolisis larutan gula hplc hukum Charles hukum Lambert-Beer hukum boyle hukum dalton hukum froundich indeks diastase urine interaksi radiasi isolasi nikotin isoterm adsorbsi kadar metilen blue kadar protein telur ayam kalor pembakaran karbondioksida kckt komponen minyak nilam kopi kromatografi 2 kromatografi gas laju reaksi metanol metode metode titrasi metode wohlgemuth minuman bersoda minyak kayu putih minyak nilam molar gas molekul nata de coco nata de soya nikotin oksigen panjang gelombang maksimum Cr3+ dan Co2+ panjang gelombang metilen blue panjang geombang vitamin C penentuan kadar vitamin C dengan titrasi pengaruh suhu terhadap enzim pengompleks pentanol percobaan 3 persamaan kuadrat polarimeter prinsip penentuan kadar protein prinsip polarisasi prinsip spektrofotometer prinsip spektroskopi IR prinsip viskometer oswald propanol proses penyamakan kulit protozoa adalah prsamaan nernst ptyalin adalah pupuk Za radius molekul reaksi I2 dengan vitamin C reaksi analisis vitamin C reaksi argentometri volhard reaksi hidrolisis larutan gula reaksi orde pertama reaksi pengendapan reaksi pengoksidasian minyak reaksi penyabunan reduksi oksidasi rumus molekul vitamin C sakarin senyawa kompleks sifat protein sifat-sifat enzim sifat-sifat kimia spektrofotometer UV-Vis Single beam spektrofotometer double beam spektrofotometeter UV-Vis Single beam spektroskopi IR spesifikasi spektrofotometer stoikiometri struktur minyak/lemak syarat gugus kromofor teh tembakau termodinamika tes biuret tetapan laju reaksi uji air liur uji enzim uji saiva viskometer oswald viskositas vitamin C